Bagaimana Saya Sembuh Dari Diabetes dan Hidup Tanpa Obat

Diabetes sering dibilang sebagai penyakit yang tidak bisa sembuh dan harus konsumsi obat seumur hidup. Dan ini adalah hal yang dipercaya oleh hampir semua orang. Padahal, sudah banyak riset scientific yang menjelaskan bagaimana orang-orang berhasil me-reverse kondisi diabetes. Dan walaupun demikian, masih banyak oknum-oknum yang bersikeras bahwa diabetes adalah penyakit yang tidak bisa sembuh dan harus konsumsi obat seumur hidup.

Saya sendiri memiliki diabetes dulu. Sekarang, alhamdulillah saya bisa me-reverse diabetes saya dan tidak minum obat lagi sama sekali. Dalam kesempatan ini saya ingin menjelaskan langkah demi langkah yang saya lakukan untuk bisa sembuh dari diabetes tipe-2, beserta penjelasan secara scientific.


Kondisi Diabetes

Hal pertama yang perlu kita ketahui adalah sebenarnya apa itu kondisi diabetes. Diabetes adalah kondisi di mana gula darah kita tinggi sepanjang waktu.

Biasanya untuk mengetahui kondisi diabetes, kita melakukan pengecekan darah. Banyak yang langsung melakukan justifikasi diabetes dari pengukuran gula darah—seperti gula darah sewaktu, gula darah 2 jam setelah makan, atau gula darah puasa. Pengukuran ini hanya menunjukkan kadar gula darah pada saat sampel darah diambil.

Yang perlu dipahami, gula darah kita sebenarnya naik-turun sepanjang waktu, tergantung pada banyak faktor: aktivitas kita, apa yang kita makan, tingkat stres, dan lain-lain. Jadi sebenarnya, pengukuran seperti ini tidak bisa menjelaskan kondisi gula darah kita secara menyeluruh.

Metode lain yang jauh lebih akurat adalah menggunakan HbA1c. Ini adalah metode yang menghitung rata-rata gula darah kita selama 3 bulan terakhir. Semakin tinggi HbA1c, artinya semakin tinggi kadar gula darah kita.

Peran Insulin

Tubuh kita sebenarnya memiliki fungsi alami untuk menurunkan gula darah, yaitu melalui hormon insulin. Hormon ini berfungsi untuk mengeluarkan gula dari darah. Tapi pada orang yang mengalami diabetes, gula darahnya tidak bisa turun, padahal insulin ada. Inilah yang disebut dengan resistensi insulin—di mana tubuh menjadi kebal terhadap insulin.

Penyebab Awal Resistensi Insulin

Kenapa tubuh kita bisa menjadi resistensi terhadap insulin? Seperti hal lain, kekebalan terjadi ketika kita terpapar sesuatu secara terus-menerus. Tubuh kita tinggi insulin hampir sepanjang waktu. Dan ini disebabkan oleh dua hal:

Pertama adalah pola makan kita yang tinggi karbohidrat. Ultra processed food dan juga makanan masyarakat kita yang tinggi gula membuat lonjakan gula darah terus-menerus terjadi. Ketika gula darah naik, tubuh merespon dengan menaikkan hormon insulin. Semakin tinggi lonjakan gula darah, semakin tinggi insulin yang dihasilkan.

Ketika hormon insulin terus tinggi, fungsinya menurunkan gula darah menjadi terlalu cepat. Gula darah yang awalnya tinggi mendadak turun tajam—seperti roller coaster. Terjadilah crash gula darah.

Crash ini bikin kita jadi kurang bertenaga. Kita craving makanan atau minuman yang penuh dengan gula lagi. Banyak dari kita yang akhirnya cari snack. Baru 1–2 jam setelah makan, kita sudah merasa kekurangan energi. Kita makan lagi, dan gula darah naik lagi. Padahal insulin yang tadi tinggi sebenarnya sudah mulai turun, tapi karena ada asupan baru, insulin naik lagi. Crash terjadi lagi.

Inilah penyebab kedua: kita jadi makan terus menerus. Dari yang awalnya makan 2–3 kali sehari, jadi bisa 10 kali.

Bahaya Gula Darah Tinggi

Kondisi gula darah tinggi membawa banyak bahaya. Salah satu fungsi sel darah merah adalah membawa oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh. Oksigen ini seperti “makanan” bagi jaringan tubuh.

Dalam kondisi diabetes, kadar gula darah yang tinggi menyebabkan sel darah merah menjadi kaku. Akibatnya, sel tidak bisa masuk ke kapiler-kapiler kecil di ujung tubuh. Inilah sebabnya kenapa penderita diabetes sering mengalami pembengkakan di ujung kaki, gangguan pada saraf mata, dan lainnya.

Tubuh sebenarnya berusaha mencapai keseimbangan. Ketika terjadi kekurangan oksigen, tubuh meningkatkan hormon insulin. Tapi pola hidup kita justru memaksa tubuh untuk terus bekerja tanpa henti. Lama kelamaan, jaringan yang kekurangan oksigen bisa mati. Inilah yang menyebabkan amputasi pada penderita diabetes.

Tubuh sebenarnya berusaha menyelamatkan diri. Hormon insulin yang dikeluarkan tidak efektif. Tubuh mencari cara lain agar jaringan tidak kekurangan oksigen. Akibatnya, jantung memompa lebih cepat. Tekanan darah meningkat. Inilah kenapa orang yang diabetes sangat erat kaitannya dengan hipertensi.

Tapi obat demi obat kita masukkan untuk men-shut down mekanisme tubuh kita sendiri.


Recovery dari Resistensi Insulin

Karena akar masalahnya adalah resistensi insulin, maka untuk sembuh kita harus membuat tubuh tidak kebal lagi terhadap insulin. Artinya: kita harus membuat tubuh kita tidak terus-menerus terpapar insulin. Logikanya sederhana: biarkan insulin “cuti.”

Namun tentu saja, banyak pihak yang tidak ingin ini terjadi. Karena diabetes adalah “the mother of disease”—kunci industri bernilai ratusan triliun rupiah.

Muncullah anjuran bahwa penderita diabetes masih boleh mengonsumsi 50 gram gula per hari. Tapi mari kita lihat efeknya:

HbA1c orang normal adalah 5, artinya sekitar 115 mg/dL. Dalam tubuh, rata-rata ada 5 liter darah. Jika 80 mg/dL, maka dalam 5L darah ada 5,75 gram gula. Tambahkan 5 gram gula saja, jumlahnya jadi 10,75 gram. Artinya kadar gula darah melonjak ke 215 mg/dL—setara HbA1c = 9 (diabetes). Jadi dari gula darah sehat ke diabetes selisihnya hanya 1 sendok teh (5 gram)

Mungkin ada yang bilang tidak semua gula langsung terserap. Benar. Tapi ini baru 5 gram, 1/10 dari batas yang dianjurkan. Ini cukup untuk memberi gambaran bahwa anggapan “sedikit gapapa” bisa sangat misleading.

Kita sudah bahas bahayanya gula darah tinggi. Dan setiap kali gula darah naik, insulin pun meningkat. Artinya, insulin tidak pernah bisa cuti. Resistensi insulin pun tidak akan pernah sembuh.


Apa yang Saya Lakukan

Saya melakukan sugar detox. Menghindari semua asupan gula dan sumber karbohidrat selama 10 hari. Dari yang awalnya makan terus-menerus, saya mulai intermittent fasting. Saya pilih makanan whole food berkualitas dan penuh nutrisi, dan membiarkan tubuh saya melakukan recovery.

Banyak yang komentar: “Ini namanya menyiksa tubuh.” Tapi mari kita pikir. Saat tubuh kita kekurangan oksigen, sel-sel tubuh menjerit. Tapi kita tetap memasukkan “sampah” ke tubuh? Membuat tubuh kita semakin rusak.

Jadi apa definisi menyiksa yang sebenarnya?

Saat saya menghindari gula dan karbohidrat tinggi, saya membuat asupan gula menjadi sangat rendah. Karbohidrat tetap ada di sayur, tahu, tempe, tapi jumlahnya kecil. Saya hindari yang jelas tinggi karbo: ultra processed food, nasi, kentang, ubi dan lain-lain.

Saat intermittent fasting, saya memberi waktu di mana tidak ada makanan masuk. Insulin bisa benar-benar cuti. Dan saat saya makan, saya pastikan itu makanan yang penuh nutrisi. Jadi fasting itu bukan berarti kekurangan nutrisi.

Saya juga menambahkan beberapa suplemen, seperti Berberine untuk membantu menstabilkan gula darah.

Alhamdulillah, sekarang saya sembuh dari diabetes. Saya tidak lagi minum obat. Dan sekarang saya juga sudah kembali mengkonsumsi karbohidrat dalam jumlah yang mindful. Tentunya karbohidrat yang berkualitas dari whole food.

Dan pola makan apa yang saya terapkan sampai sekarang, kami jelaskan di ebook Panduan Makan Sehat AZ (untuk download link di akhir artikel).


Definisi “Sembuh”

Berbagai upaya terus dilakukan agar masyarakat percaya bahwa diabetes adalah penyakit yang tidak bisa disembuhkan. Para “ahli” dan oknum-oknum lainnya bersikeras mempertahankan narasi ini—bahwa diabetes hanya bisa “dikendalikan,” bukan disembuhkan. Salah satu cara “mengendalikannya” adalah dengan obat yang harus dikonsumsi seumur hidup.

FYI, industri yang bergerak di seputar diabetes bernilai sangat besar. Pasar globalnya mencapai lebih dari USD 88 miliar—setara hampir 1.500 triliun rupiah. Dan itu baru dari obat diabetes saja. Belum termasuk obat komplikasi, suplemen, alat cek gula darah, dan produk-produk “sehat” lainnya yang katanya “aman untuk diabetes.”

Kalau penyakit ini bisa disembuhkan, sistem ini runtuh.

That’s why jangan heran kalau banyak pihak sangat ngotot menyebarkan narasi bahwa diabetes tidak bisa sembuh. Karena kalau masyarakat sadar bahwa akar masalahnya bisa dibalik, dan tubuh bisa pulih dengan cara alami… semua orang tidak lagi butuh semua itu.

Kalaupun ada orang yang berhasil pulih, narasi yang disebarkan tetap sama: itu bukan sembuh, tapi “terkendali.” Karena katanya, kalau memang sembuh, seharusnya bisa makan apapun, termasuk makanan tinggi gula. Padahal kita sudah tahu, makanan tinggi gula adalah penyebab awal dari diabetes. Berarti memang tubuh kita tidak didesain untuk menerima makanan seperti itu—apalagi secara terus menerus. Jadi bukan berarti tidak sembuh hanya karena kita memilih untuk tidak kembali pada penyebabnya.

Bayangin kalau ada orang bilang, “Luka kena pisau itu nggak bisa sembuh. Cuma bisa dikendalikan.” Padahal jelas-jelas luka itu bisa sembuh… asal kita nggak kena pisau lagi.

Nah, ini sama dengan diabetes. Makanan tinggi gula itu adalah pisaunya. Selama kita masih terus “kena”—alias masih makan gula berlebih—luka itu nggak akan pernah sembuh. Bedanya, kalau pisau melukai secara langsung dan kelihatan darahnya, gula merusak tubuh secara perlahan dan diam-diam. Makanya banyak orang merasa dirinya baik-baik saja, padahal kerusakan terus berjalan di dalam tubuh.

Lebih parah lagi, banyak yang tidak sadar bahwa mereka sudah terjebak dalam candu makanan tinggi gula. Food industry secara sistematis merusak taste bud, hormon dan metabolisme kita agar kita sulit lepas dari gula. Bahkan ada penelitian yang menunjukkan bahwa gula 8 kali lebih mencandukan dibandingkan kokain. Jadi kalau kamu merasa “nggak bisa hidup tanpa gula,” bukan kamu yang lemah. Kamu memang sedang melawan sistem yang sengaja didesain untuk bikin kamu candu.


Keluar dari Obat

Yang perlu kita ketahui, berbagai obat memiliki efek samping. Termasuk obat diabetes. Inilah penyebabnya orang yang sudah konsumsi obat, lama kelamaan fungsi tubuhnya semakin menurun, komplikasi ke tempat lain, dan jumlah obat yang dikonsumsi juga semakin banyak.

Tapi keluar dari obat adalah salah satu tantangan yang cukup besar. Obat biasanya diberikan pada kondisi kesehatan seseorang, dengan asumsi kondisi pada waktu itu.

Untuk memudahkan, kita ambil contoh: misalnya suatu kondisi tubuh, angka normalnya di angka 5. Tapi karena berbagai faktor—pola hidup, komplikasi, dsb—angka tubuh kita jadi 8 (buruk). Maka obat diberikan dengan dosis tertentu agar bisa menurunkan dari 8 ke 5 (turun 3).

Pertanyaannya: apakah kita bisa langsung hidup sehat dan langsung capai angka 5 tanpa obat? Belum tentu. Tapi kalau ternyata bisa mencapai 5, dan tetap diberikan obat, maka angkanya bisa menjadi 2 (5, turun 3 – karena obat).

Inilah yang sering terjadi dan membuat muncul narasi: “orang diabetes tidak boleh melakukan sugar detox karena bisa hipoglikemia (gula darah terlalu rendah).” Tapi pertanyaannya: apakah sugar detox-nya yang membuat gula darah terlalu rendah? Atau karena sugar detox-nya berhasil menormalkan gula darah, tapi masih dikasih obat yang akhirnya menurunkan terlalu dalam?

Ini juga sama kaitannya saat kami menjelaskan soal Berberine—bahan alami yang bisa membantu mengendalikan gula darah. Ada riset yang menunjukkan bahwa efek Berberine sebanding dengan Metformin. Jika ada pertanyaan apakah boleh langsung stop obat dan mengganti dengan Berberine? Tidak ada satu jawaban pasti untuk semua orang. Butuh pahami kondisi masing-masing. Yang bisa kami lakukan adalah memberikan edukasi dan memfasilitasi Berberine yang pure dan berkualitas melalui Community Buying.

Tidak Ada Satu Jawaban Pasti

Jadi, untuk keluar dari obat: tidak ada satu cara yang pasti.

Walaupun saya sendiri sudah berhasil sembuh, dan sudah banyak sekali member kami yang juga berhasil keluar dari diabetes, tetap saja kondisi setiap orang berbeda. Inilah kenapa edukasi yang komprehensif itu penting.

Karena memang no one size fits all. Kita perlu terus menyesuaikan berdasarkan respon tubuh. Itulah sebabnya kami selalu berupaya menjelaskan segala sesuatu secara menyeluruh—supaya kamu bisa memahami apa yang terjadi di tubuhmu, dan mengambil langkah selanjutnya dengan sadar. Apakah dari angka 8 langsung bisa turun ke 5? Atau mungkin baru turun ke 7, sehingga dosis obat bisa diturunkan bertahap… sampai akhirnya bisa lepas total.

Apa yang kami jabarkan di sini sebenarnya sangat logis dan scientific-based. Dan kami percaya, semua orang yang masih berpikir jernih akan bisa melihat itu. Tapi tetap akan ada oknum yang memutarbalikkan fakta, memelintir logika, dan memainkan kata-kata—demi kepentingan materi. Dan ini yang akhirnya membuat masyarakat makin bingung.

Dan sebagai catatan penting: yang kami sampaikan di sini adalah hasil pembelajaran dan pengalaman kami sendiri. Bukan saran medis. Kalau kamu butuh pendapat medis, tentu kamu bisa menghubungi dokter. Tapi satu hal yang selalu kami sarankan: carilah dokter yang jujur, berpikiran terbuka, dan benar-benar peduli dengan kesehatan pasiennya.


Sedikit Tentang Saya

Banyak juga yang chat ke kami. Ingin berobat, ingin konsultasi kesehatan. Saya dan Zahra sangat terharu, begitu banyak orang yang mempercayakan kesehatannya kepada kami. Mendapatkan kepercayaan besar seperti itu dari teman-teman bukan hal yang sepele. Tapi kami juga menjaga batasan. Karena kami bukan dokter.

Dulu saya memang bercita-cita jadi dokter. Tapi saya didiagnosis color blind, tepat sebelum saya mendaftar ke jurusan kedokteran, yang butuh surat bebas buta warna. Akhirnya saya ambil Teknik Industri di ITB.

Tapi Tuhan punya rencana lain. Saya dipertemukan dengan Zahra. Kami mempelajari kesehatan secara mendalam, dan saya bisa mewujudkan kembali cita-cita yang sudah lama saya kubur.

Walaupun kami tidak bisa memberikan konsultasi langsung, hal terbaik yang bisa kami upayakan adalah memberikan edukasi yang komprehensif. Supaya teman-teman jadi paham, dan bisa mengambil keputusan terbaik untuk dirinya sendiri. Salah satunya lewat Panduan Makan Sehat yang bisa kamu download dengan bayar seikhlasnya.

Penutup

Edukasi kesehatan adalah langkah awal dari kami dalam membangun Healthy Living Ecosystem. Selama lebih dari dua tahun, kami fokus memberikan edukasi—karena kami percaya, perubahan sejati dimulai dari pemahaman yang benar.

Sekarang, kami sedang memasuki chapter berikutnya.

Kami mulai membangun akses ke produk-produk yang benar-benar mensupport kesehatan, lewat inisiatif Community Buying. Supaya setelah kita paham apa yang perlu dilakukan, kita juga punya akses ke bahan makanan, suplemen, dan produk-produk lain yang menunjang pola hidup sehat yang sebenarnya. Produk-produk yang membantu kita terlepas dari jebakan konsumen food industry, farmasi dan rumah sakit seumur hidup.

Kamu juga bisa ikut terlibat dalam gerakan ini dengan bergabung dalam inisiatif Community Buying. Mulai dari langkah kecil, yang dampaknya bisa jauh ke depan.

Mungkin semua ini memang sudah diatur oleh-Nya. Ilmu dan pengalaman saya di bidang supply chain akhirnya bisa digunakan untuk sesuatu yang lebih besar. Untuk membentuk masyarakat yang lebih sehat, sadar, dan berdaya.

Dan inilah yang sedang kami bangun: sebuah ekonomi baru. Ekonomi yang bisa membuat kita semua hidup lebih sehat, bahagia, panjang umur, dan sejahtera.

Kalau kamu merasa ini bermanfaat, kamu bisa ikut serta share artikel ini juga. Satu kali share darimu bisa membuka jalan bagi seseorang untuk menemukan harapan baru dalam hidupnya.